Pelatihan Bahasa Isyarat di Tasikmalaya Harus Ditingkatkan

Spread the love


KABAR TASIKMALAYA

Rektor Universitas Perjuangan, Dr. H. D. Yadi Heryadi, Ir., M.Sc menggarisbawahi janjinya untuk mendukung pencapaian visi menjadikan Kota Tasikmalaya menjadi sebuah kota inklusif yang bersahabat dengan penyandang disabilitas. Komitmennya ini mencakup semua tingkatan, mulai dari rektorat hingga fakultas, serta melibatkan mahasiswa dari berbagai jurusan seperti Prodi Manajemen.

“Kami perlu terus menciptakan lebih banyak kesempatan untuk sesama kami yang mempunyai keperluan khusus,” ungkap Rektor setelah menghadiri seminar tentang bahasa isyarat dengan tema “Penuh Makna Tanpa Suara”, pada hari Sabtu (17/5/2025). Seminar tersebut diselenggarakan oleh Jurusan Manajemen dalam Fakultas Ekonomi di Aula Gedung Mashudi, Kampus Universitas Pejuang.

Sesi workshop itu bekerja sama dengan grup aktivis sosial kaum tunarungu, yaitu Metamorfrosa Indonesia dari Kota Tasikmalaya, untuk menunjukkan kesadaran nyata tentang hak-hak komunikasi bagi mereka yang memiliki disabilitas, terutama para tunarungu.

Tidak hanya berhenti pada wacana saja, melainkan juga diterapkan dalam bentuk peningkatan aksesibilitas fisik, dukungan akademis, serta penggunaan teknologi pembantu untuk mendukung proses belajar para mahasiswa difabel di area kampus. Walaupun dia menyadari bahwa masih ada batasan dalam mewujudkan pelaksanaannya secara sempurna, namun mereka terus melakukan pembenahan.

“Aksesibilitas di lingkungan kampus Universitas Perjuangan saat ini tengah kami perbaiki. Kami juga baru-baru ini mempunyai alumni dengan kebutuhan spesifik, oleh karena itu telah disiapkan sejumlah fasilitas guna mendukung aktifitas mereka. Meskipun masih terbatas, namun kami berusaha meningkatkannya agar kedepannya dapat menjadi lebih baik,” tegasnya.

Penerima beasiswa dari Universitas Gent di Belgia pun sangat menghargai kreativitas serta kesadaran siswa dalam merancang workshop tentang bahasa isyarat. Dia berpendapat bahwa ide tersebut adalah tindakan nyata oleh para pelajar untuk menerapkan nilai-nilai sosial sejalan dengan tujuan dan cita-cita Kota Tasikmalaya menjadi sebuah kota yang inklusif.

“Saya sungguh mengapresiasi hal ini. Saya rasa ini adalah ide yang luar biasa dan kreatif dari segenap mahasiswa, karena secara langsung terkait dengan berbagai program Pemkot Tasikmalaya. Hal tersebut menunjukkan bahwa mahasiswa kami memiliki kesadaran sosial yang kuat,” ungkap Rektor.

Workshop ini menciptakan lingkungan yang interaktif dan mendidik, sambil berfungsi sebagai tempat belajar umum sehingga jumlah warga di Tasikmalaya yang dapat memahami bahasa isyarat untuk berkomunikasi dengan penyandang disabilitas pendengaran terus bertambah.

Seorang aktivis difabel asal Tasikmalaya, Aris Rahman, M.Pd., yang merupakan bagian dari Paguyuban Pegiat Disabilitas Tasikmalaya (Papeditas), dengan senang hati menyatakan dukungan terhadap acara tersebut. Dia juga mengusulkan agar pelatihan bahasa isyarat menjadi program tetap dan berkesinambungan di beragam institusi, termasuk universitas-universitas setempat.

Menurut Aris, memahami bahasa isyarat oleh masyarakat umum amat diperlukan, apalagi di layanan publik semacam bidang perawatan kesehatan. Dia mengilustrasikan betapa seriusnya dampak dari adanya hambatan komunikasi yang dapat timbul antara petugas medis dengan pasien tuli.

” Ini sungguh krusial. Saat pasien tuli mendatangi rumah sakit, perawat wajib mengerti bahasa isyarat sehingga dapat menyadari keluhannya. Bila tidak demikian, ada risiko besar terjadinya kesalahan diagnosis. Oleh karena itu, program pelatihan bahasa isyarat sebaiknya ditingkatkan,” katanya.

Sebagai salah satu institusi pendidikan terdepan di wilayah Priangan Timur, Universitas Perjuangan Tasikmalaya bertanggung jawab untuk memainkan peran penting dalam mengembangkan sistem pendidikan yang bersifat inklusif serta adil bagi semua kalangan.

Komitmen universitas Unper berdasarkan pernyataan Aris untuk membantu akses para mahasiswa dengan disabilitas sesuai dengan kebijakan nasional yang tercantum dalam UU Nomor 8 Tahun 2016 mengenai Penyandang Disabilitas serta Permendikbud RI Nomor 46 Tahun 2019 tentang Pendidikan Khusus dan Pendidikan Inklusif.

“Dengan melaksanakan kegiatan seperti workshop bahasa isyarat ini, Unper bukan saja memperlihatkan kesadaran sosial, namun juga berusaha sebagai pemimpin transformasi dalam dunia pendidikan. Melibatkan kelompok danaktivis sosial bersama dengan dukungan dari seluruh anggota institusi dapat membantu menciptakan gerakan inklusif yang semakin besar di tengah masyarakat, terutama di wilayah Kota Tasikmalaya,” katanya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *