Seputarmaluku.com
– Dalam kehidupan bermasyarakat, banyak individu yang sering kali merasa terpinggirkan atau tidak cukup mendapat perhatian emosional dari sekelilingnya.
Mereka mungkin tidak menjadi fokus utama dalam pergaulan, atau justru tampak cuek dan susah diajak dekat.
Ternyata, dibalik tampilan yang acuh dan perilaku yang tertutup, mereka menyembunyikan kekuatan luar biasa dalam menangani hidupnya, khususnya urusan finansial.
Phenomenon ini sangat unik: ketika banyak orang mengandalkan dukungan sosial agar merasa terlindungi, mereka yang acapkali dilewati secara emosional malah berkembang menjadi individu yang kuat, otonom, dan disiplin dalam hal keuangan.
Mereka paham cara menangani rasa tidak nyaman, mendapatkan pelajaran dari kesendirian, serta menggunakan hal itu sebagai dorongan untuk menciptakan kesejahteraan finansial.
Selanjutnya, apakah karakteristik tertentu dari tingkah laku orang-orang ini sehingga finansial mereka stabil walaupun aspek emosi kerapkali diabaikan?
Perhatikan 7 kebiasaan yang sering tidak disadarinya, siapa tahu satu di antaranya menggambarkan Anda!
Melansir dari laman
News Reports,
Orang yang umumnya disepelekan dari segi emosi namun punya kondisi finansial terjamin, cenderung memperlihatkan 7 tanda berikut.
1. Hambatan dalam menyampaikan perasaan
Bertumbuh dalam keluarga yang tidak mendukung secara emosional bisa membuat sulit untuk mengungkapkan perasaan.
Karena itu, apabila ekspresi emosi tidak dipicu, anak-anak lebih mungkin mengendalikan perasaannya sebagai bentuk perlindungan diri.
Anak-anak tersebut berkembang menjadi orang dewasa yang kesulitan dalam menyikapi serta meluapkan perasaan diri sendiri, sehingga bisa mencegah interaksi sosial.
Bisa jadi sukar untuk menyampaikan emosi dengan kata-kata atau bahkan merasakannya sendiri.
2. Berjuang untuk kesempurnaan
Keperluan tanpa akhir atas keperfeksian tersebut kerap datang dari lingkungan yang dilepaskan secara emosional.
Apabila dukungan emosional tidak memadai, anak-anak bisa jadi mengasumsikan bahwa keberhasilan setara dengan kasih sayang dan penghargaan orang tua.
Maka dari itu, perjalanan tak terbatas menuju keperfectionan. Namun, patut diketahui bahwa setiap insan memiliki kekurangan dan hal tersebut merupakan bagian integral dalam proses pembelajaran.
3. Kesulitan menetapkan batasan
Bertumbuh dalam lingkungan keluarga tempat kebutuhan emosional terabaikan membuat seseorang lebih condong untuk mengesampingkan keperluan emosi mereka sampai usia dewasa. Hal ini bisa menjadikan kita sebagai individu yang mudah bergantung pada kesukaan orang lain, senantiasa merendahkan diri demi membantu orang lain, atau bahkan membolehkan orang lain melewati batasan-batasan tertentu.
Namun, beginilah kenyataannya: sangatlah vital bagi kita untuk menghargai keperluan emosi pribadi serta mempelajari bagaimana cara membuat batas yang tepat. Hal itu bukanlah perilaku yang serakah melainkan sebuah bentuk penghargaan terhadap diri sendiri.
4. Kebergantungan yang tidak wajar terhadap pengakuan luar
Anda mungkin berpikir bahwa Anda tak terlihat atau tidak didengarkan. Ini bisa mengakibatkan kecenderungan mencari validasi luar saat menjadi dewasa, misalnya dengan mengejar pengesahan dari kawan sebaya, rekan kerja, atau bahkan orang yang tidak dikenal melalui jejaring sosial, hanya agar dirasakan dan dihargai.
Nilai sejati seseorang tidak diukur melalui pengakuan luaran, tetapi lebih kepada mengenali serta merangkul keunikan diri tanpa peduli akan pikiran pihak lain.
5. Kesulitan dalam bertrust dengan pihak lain
Saat air mata Anda tak terdengar, menemukan kepercayaan kepada orang lain agar mereka dapat mengerti dan membantu bisa jadi sulit.
Sehingga, bisa jadi Anda akan menjadi lebih waspada atau malah pesimis terhadap orang di sekitar Anda dan enggan untuk mengungkapkan atau membagikan emosi Anda.
Tetapi, menciptakan kepercayaan sungguhlah vital untuk mengembangkan hubungan yang bernilai.
Mungkin ini akan memakan waktu, namun hal tersebut tentu bisa diraih melalui kerja keras dan kesadaran penuh.
6. Ketidakpastian diri yang terus-menerus
Banyak orang yang besar dalam keluarga dengan dukungan emosi yang kurang sering berjuang melawan kekurangan percaya diri.
Bisa jadi kita kerap kali meragukan harga diri, keterampilan, ataupun pilihan, meski fakta mengindikasikan hal lain.
Namun, ini adalah hal yang harus kauingat. Tak masalah bila memiliki keragu-raguan, namun jangan membiarkannya menghalangi kemampuanmu dan prestasimu.
7. Ketidaknyamanan dengan kerentanan
Kelemahan dapat menjadi hal yang menantang untuk dipahami, khususnya ketika perasaan kita sering kali dilupakan.
Mereka menjadi kesulitan untuk terbuka, menuangkan perasaan, atau mengizinkan orang lain melihat aspek sejati dari dirinya.
Namun kenyataannya, mengungkapkan kelemahan merupakan perjalanan berani menuju pengakuan diri dan perkembangan emosi.
Maka dari itu, para orang tua harus mengerti tentang hal tersebut supaya anak-anak dapat berkembang dengan optimal dan mendapatkan pemenuhan emosi yang cukup, tidak hanya soal finansialnya saja.
